REPUBLIKA.CO.ID,
YOGYAKARTA -- Selama ini sudah ada regulasinya dan peraturan pemerintah tentang
sungai bahwa di daerah sempadan sungai tidak boleh dijadikan kawasan pemukiman.
Sementara di Sepanjang sempadan sungai di kota Yogyakarta banyak yang dijadikan
pemukiman.
"Karena itu perlu dilakukan penataan di daerah sempadan sungai di Kota Yogyakarta misalnya dengan mengundurkan kawasan pemukiman agar tidak berada di sempadan sungai," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP dan ESDM) DIY Rani Sjamsinari kepada Republika, Ahad (1/5).
Menurut Rani, karena masyarakat tinggal di daerah sempadan sungai, bila terjadi hujan lebat pasti akan selalu terkena banjir. Sempadan sungai merupakan haknya sungai untuk berbelok dan melintas. Sehingga apabila daerah sempadan sungai tersebut dijadikan kawasan pemukiman di situ akan terjadi banjir berulang. Bahkan kemungkinan bisa terjadi banjir lebih besar bila dasar sungai lebih tinggi.
"Karena itu perlu dilakukan penataan di daerah sempadan sungai di Kota Yogyakarta misalnya dengan mengundurkan kawasan pemukiman agar tidak berada di sempadan sungai," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP dan ESDM) DIY Rani Sjamsinari kepada Republika, Ahad (1/5).
Menurut Rani, karena masyarakat tinggal di daerah sempadan sungai, bila terjadi hujan lebat pasti akan selalu terkena banjir. Sempadan sungai merupakan haknya sungai untuk berbelok dan melintas. Sehingga apabila daerah sempadan sungai tersebut dijadikan kawasan pemukiman di situ akan terjadi banjir berulang. Bahkan kemungkinan bisa terjadi banjir lebih besar bila dasar sungai lebih tinggi.
Masyarakat akan mengalami banjir bila tetap berada di daerah
sempadan sungai, apalagi ada Gunung Merapi dan intensitas hujan di DIY cukup
tinggi.
Persoalannya, ungkap dia, masyarakat yang tinggal di daerah sempadan sungai tidak mau direlokasi. Padahal Gunung Merapi yang setiap saat mengeluarkan erupsi akan tetap ada.
Persoalannya, ungkap dia, masyarakat yang tinggal di daerah sempadan sungai tidak mau direlokasi. Padahal Gunung Merapi yang setiap saat mengeluarkan erupsi akan tetap ada.
Rani mengatakan Dinas PUP dan ESDM DIY beberapa tahun
yang lalu menyelenggarakan lomba penataan pemukiman antar grup yang berlokasi
di wilayah sempadan sungai dengan syarat salah seorang pesertanya ada yang
berasal dari teknik arsitektur atau sipil.
Kelompok masyarakat yang memenangkan lomba ternyata menghendaki kawasan pemukiman mereka dimundurkan dan naik. Artinya dibangun sejenis rumah susun yang lokasinya dimundurkan dari kawasan sempadan sungai, jelas dia. Pemenang lainnya mengusulkan dilakukan konsolidasi lahan tetapi tetap landed house.
Semula di daerah Tegalpanggung yang menjuarai lomba penataan pemukiman akan dijadikan pilot project untuk penataan pemukikan di daerah sempadan sungai. Namun ternyata tanah milik Sultan Ground hanya 1000 meter persegi sehingga tidak cukup untuk membangun rumah susun. Di samping itu masyarakatnya masih ragu-ragu.
Sebagai alternatif kedua sebagai pilot project di daerah Cokrodiningratan. Tetapi sebagian besar tanah milik masyarakat. Sementara di sana pemukimannya padat. Di daerah Gondolayu di pinggir Kali Code pemukimannya juga padat, sudah di atas batas normal yakni 400 jiwa-700 jiwa per hektar. Padahal ketentuannya 200 jiwa per hektar.
Dalam menentukan wilayah yang akan dijadikan pilot projectpemukiman sehat, layak huni sehingga masyarakat lebih baik ekonominya, akan dibicarakan dengan kabupaten/kota. Sebagaimana keinginan dari masyarakat yang tinggal di daerah sempadan sungai di Yogyakarta Jadi, nanti dalam penataan kawasan pemukiman sempadan sungai , rencananya akan dimundurkan dari sempadan sungai. Kalau persyaratan untuk pemukiman minimal harus mundur 15 meter dari sempadan sungai, jelas Rani.
Kelompok masyarakat yang memenangkan lomba ternyata menghendaki kawasan pemukiman mereka dimundurkan dan naik. Artinya dibangun sejenis rumah susun yang lokasinya dimundurkan dari kawasan sempadan sungai, jelas dia. Pemenang lainnya mengusulkan dilakukan konsolidasi lahan tetapi tetap landed house.
Semula di daerah Tegalpanggung yang menjuarai lomba penataan pemukiman akan dijadikan pilot project untuk penataan pemukikan di daerah sempadan sungai. Namun ternyata tanah milik Sultan Ground hanya 1000 meter persegi sehingga tidak cukup untuk membangun rumah susun. Di samping itu masyarakatnya masih ragu-ragu.
Sebagai alternatif kedua sebagai pilot project di daerah Cokrodiningratan. Tetapi sebagian besar tanah milik masyarakat. Sementara di sana pemukimannya padat. Di daerah Gondolayu di pinggir Kali Code pemukimannya juga padat, sudah di atas batas normal yakni 400 jiwa-700 jiwa per hektar. Padahal ketentuannya 200 jiwa per hektar.
Dalam menentukan wilayah yang akan dijadikan pilot projectpemukiman sehat, layak huni sehingga masyarakat lebih baik ekonominya, akan dibicarakan dengan kabupaten/kota. Sebagaimana keinginan dari masyarakat yang tinggal di daerah sempadan sungai di Yogyakarta Jadi, nanti dalam penataan kawasan pemukiman sempadan sungai , rencananya akan dimundurkan dari sempadan sungai. Kalau persyaratan untuk pemukiman minimal harus mundur 15 meter dari sempadan sungai, jelas Rani.
KESIMPULAN :
Rumah yang berada di daerah sepadan sungai memang seharusnya
tidak diperbolehkan. Kerugian pun pasti diamali juga terhadap orang yang
ditinggal dirumah tersebut. Salah satu kerugian yang timbul adalah banjir. Jadi
sebaiknya rumah-rumah yang berada di daerah sepadan sungai di relokasi kan ke
suatu tempat yang lebih baik dan layak untuk dihuni oleh masyarakat melalui
perbincangan dan pendekatan-pendekatan terhapat masyarakat yang tinggal disana.
Sumber :