BAB
I
PENDAHULUAN
Masjid atau mesjid
adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya tempat sujud,
dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau.
Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat
Jum'at, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah,
masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan
perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an
sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut
memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Masjid pertama
dibangun Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, dia memutuskan untuk
membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang
berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi
dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang
sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota
Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan
kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di
area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang
fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah
tiga masjid tersuci di dunia.
Seiring
berkembangnya zaman dan waktu, Bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian
negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal yang sering dipakai adalah bentuk
masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di Anatolia. Negara-negara yang
kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya yang besar
dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek
Muslim. Salah satu nya Masjid Jami’
Al-Makmur
Masjid Jami' Al-Makmur adalah sebuah Masjid bersejarah yang
terletak di Jl. Raden Saleh Raya No. 30, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Menteng
merupakan perumahan villa pertama di kota Jakarta (dulu Batavia), yang
dikembangkan antara tahun 1910 dan 1918. Perancangnya adalah tim arsitek yang
dipimpin oleh P.A.J. Mooijen, seorang arsitek Belanda yang merupakan anggota
tim pengembang yang dibentuk pemerintah kota Batavia.[1] Rancangan awalnya
memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang
arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri
sendiri namun terintegrasi dengan suburban lainnya. Thomas Karsten, seorang
pakar tata lingkungan semasanya, memberi komentar bahwa Menteng memenuhi semua
kebutuhan perumahan untuk kehidupan yang layak.
Masjid yang dibangun pada tahun 1890 ini
merupakan pindahan dari sebuah Surau yang dibangun oleh Raden Saleh sekitar
tahun 1860 di samping rumah kediamannya.
Sejarah Masjid Jami' Al-Makmur
dimulai pada tahun 1860 ketika Raden Saleh dan masyarakat sekitar membangun
sebuah Surau sederhana yang terbuat dari kayu dan gedek di samping kediamannya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Yayasan Masjid Al-Makmur, sesudah Raden Saleh
meninggal dunia, tanah itu dimiliki oleh Sayed Abdullah bin Alwi Alatas, yang
pemilikannya diperkuat oleh Keputusan Pengadilan Negeri No 694 tanggal 25 Juni
1906, sebagai suatu kelanjutan dari Keputusan Pengadilan Negeri No. 145 tanggal
7 Juli 1905. Tanah itu dibeli melalui sebuah pelelangan. Tanah yang sangat luas
ini kemudian oleh Sayed Abdullah Bin Alwi Alatas, salah satu tokoh gerakan Pan
Islam dijual kepada Koningen Emma Ziekenhuis dengan harga 100 ribu gulden. Tapi
karena yayasan ini ingin membangun rumah sakit, harganya dikurangi menjadi 50 ribu
gulden dengan penegasan bahwa Masjid yang ada di sana tidak boleh dibongkar.
Namun perjanjian jual beli tersebut
diingkari oleh Koningen Emma Ziekenhuis. Akibatnya Surau yang dibangun oleh
Raden Saleh dipindahkan ke samping kali Ci Liwung, sehingga tempat ibadah ini
kerap kebanjiran. Tahun 1890 tercatat sebagai tahun ketika Masjid itu
dipindahkan secara gotong-royong dengan diusung beramai-ramai oleh masyarakat
sekitar. Tanah yang dipilih sebagai lokasi baru adalah tanah milik Sayid Ismail
Salam bin Alwi Alatas yang lain di lokasi Masjid sekarang. Walaupun begitu
ternyata Koningen Emma Ziekenhuis tetap ingin memindahkan Masjid ini karena di
lahan tersebut direncanakan akan dibangun sebuah Gereja. Persoalan ini akhirnya
membuat masyarakat sekitar marah.[1] Bahkan sampai terdengar oleh H. Agus
Salim. Kemudian oleh sebuah panitia yang didukung oleh Beliau,[2] dipugarlah
Masjid tersebut pada tahun 1926. Di bagian depan Masjid kemudian ditambahkan
lambang Organisasi Sarekat Islam yang sampai sekarang menjadi ciri khas Masjid
tersebut. Keseluruhan proses pemugaran akhirnya selesai pada tahun 1936 menjadi
bentuk Masjid yang sekarang.
Setelah Indonesia Merdeka,
Persoalan sengketa lahan antara Masjid dengan rumah sakit kembali memanas. Hal
tersebut berawal ketika Kementrian Agraria RI yang menerbitkan SK hak milik
berupa sertifikat tanah atas nama Dewan Gereja Indonesia (DGI). Dalam
sertifikat itu disebutkan bahwa tanah di sekitar Masjid termasuk tanah yang di
atasnya dibangun Masjid itu diklaim milik DGI. Pada tahun 1987 saat perundingan
Segitiga antara Gubernur DKI Jakarta, RS DGI Cikini dan pengurus Masjid, pihak
RS DGI Cikini menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan tanah tersebut. Namun
pengurus Masjid menegaskan, "Kami tidak ada sangkut pautnya dengan DGI.
Kami meminta agar tanah kami dikembalikan." Upaya perundingan juga turut
dibantu oleh Wali kota Jakarta Pusat Abdul Munir pada tahun 1989 hingga tahun
1990.
Akhirnya proses sengketa lahan antara Masjid dengan
rumah sakit akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1991 setelah Gubernur DKI
Jakarta Wiyogo Atmodarminto mengumumkan sertifikat tanah atas nama RS PGI
Cikini yang mencakup tanah Masjid Al-Makmur telah dicabut. Tanah Masjid telah
dikembalikan kepada pihak semula dengan sertifikat tersendiri atas nama Yayasan
Masjid Al-Makmur yang diketuai oleh Mayjen (purn) H. M. Joesoef Singedekane,
mantan Gubernur Jambi. Kemudian Masjid ini dijadikan bangunan Cagar Budaya oleh
Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999.
1.2
Tujuan
-
Melestarikan masjid Jami’
Al-Makmur sebagai tempat ibadah yang memiliki sejarah
-
Mengetahui perkembangan dan
arsitektur dari Masjid Jami’ Al-Makmur
1.3
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diteliti
adalah:
1.
Bagaimana bentuk
arsitektur pada bangunan masjid Jami’ Al-Makmur?
2.
Bagaimana Sejarah Masjid Jami’ Al-Makmur?
3.
Bagaimana kondisi masjid Jami’ Al-Makmur saat ini ?
1.4
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Mengemukakan gambaran umum mengenai penelitian yang mencakup
latar belakang, rumusan masalah, manfaat dan tujuan, dan sistematika penulisan.
BAB II TELAAH PUSTAKA
Menguraikan landasan-landasan yang ada pada kajian pustaka.
Kajian pustaka ini yang akan menunjang penelitian.
BAB III GAMBARAN
KAWASAN
Menguraikan gambaran kawasan yang menjadi penelitian mengenai
keadaannya dilapangan seperti apa. Mengurikan mengenai metode penelitian secara
detail hingga mencapai tujuannya.
BAB IV USULAN
PELESTARIAN
Membuat pembahasan dari penelitian yang dilakukan dengan
tujuan untuk dapat menguraikan hasil pengamatan yang akan mencakup semua aspek
dan komponen-komponen yant berkaitan dengan pengamatan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Membuat kesimpulan dan saran secara singkat dan padat
mengenai latar belakang, uraian temuan dari penelitian yang telah dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar