Sabtu, 09 Juni 2018

BAB IV USULAN PENANGANAN PELESTARIAN

BAB IV
USULAN PENANGANAN PELESTARIAN

4.1 Usulan Pelestarian
Usulan untuk masjid jami al-makmur ini sebaiknya dapat perhatian lebih dari pemerintah terkait bangunan ini merupakan bangunan bersejarah yang harus dilestarikan. Mulai dari mengganti bagian bagian yang rusak seperti atap, kaca, tiang tiang, dll. Karena bangunan ini merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilindungi oleh pemerintah, maka dari itu tidak bisa sembarang orang dapat melakukan perbaikan pada masjid tersebut tanpa sepersetujuan dari pemerintah.

4.1 Saran Desain
Untuk saran desain pribadi menurut penulis adalah dengan mengganti material pada bangunan masjid jami al-makmur seperti mengganti tangga kayu menjadi tangga beton. Karena bentuk tangga pada masjid jami al-makmur itu sendiri berbentuk melengkung

Serta pengecatan ulang pada bagian eksterior maupun interior bangunan. Penggunaan warna disesuaikan dengan jenis bangunannya yaitu bangunan bersejarah yang biasanya cenderung menggunakan warna warna tidak mencolok seperti coklat muda, kream, putih, dll.



BAB III GAMBARAN KAWASAN

BAB III
GAMBARAN KAWASAN
3.1 Eksisting
Masjid Jami' Al-Makmur adalah sebuah Masjid bersejarah yang terletak di Jl. Raden Saleh Raya No. 30, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Masjid yang dibangun pada tahun 1890 ini merupakan pindahan dari sebuah Surau yang dibangun oleh Raden Saleh sekitar tahun 1860 di samping rumah kediamannya.

Gambar 3.1 Peta Lokasi
(Sumber : Google Earth)

3.2 Kawasan Bangunan Masjid Al-Makmur Cikini
Penamaan Cikini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, namun masih ditulis dengan ejaan ‘Tjikini’. Setelah masa kolonial Belanda berakhir, kata ‘Tjikini’ diganti menjadi ‘Cikini’.Nama Cikini juga sudah dijadikan sebuah bait dalam syair lagu Betawi, yaitu “Cikini di Gondangdia, badan begini lantaran dia.
Dahulu, Cikini menjadi penyokong kawasan pemukiman daerah Menteng. Berbagai aktivitas tidak pernah sepi di sepanjang Jalan Cikini. Banyak hal yang dilakukan di sini, mulai dari diskusi politik, olahraga, pertunjukan seni, tempat berkumpul, hingga menonton film. Tak heran jika di kawasan ini terdapat banyak restoran dan kafe. Di sepanjang jalan Cikini, berjajar convenience store yang berdampingan dengan para pedagang kaki lima. Itulah gambaran suasana kawasan Cikini tempo dulu, tidak banyak yang berubah dari Cikini saat ini.


3.2.1 Batasan Lokasi Masjid Jami Al-Makmur




Gambar 3.2 Batasan Lokasi
(Sumber : Google Earth)
Batasan Jalan pada Masjid Jami Al-Makmur :
Arah Utara    : Jl. Inspeksi K. Ciliwung
Arah Timur   :  Jl. Raden Salah Raya
Arah Selatan : Jl. Raden Saleh Raya
Araha Barat  :              Jl. Sekolah Seni

3.2.2 Kondisi Masjid Jami Al-Makmur Saat Ini
Masjid Jami Al-Makmur Cikini merupakan salah satu tempat ibadah umat Islam tertua di Jakarta. Masjid peninggalan Raden Saleh, sang maestro lukis Indonesia ini berdiri sejak tahun 1860-an dan pernah menjadi salah satu tempat Organisasi Sarekat Islam.

Gambar 3.3 Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Masjid peninggalan Raden Saleh, sang maestro lukis Indonesia ini berdiri sejak tahun 1860-an di pinggir Kali Ciliwung dan pernah menjadi salah satu tempat Organisasi Sarekat Islam.

Gambar 3.4 Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Masjid Jami Al-Makmur terletak di lokasi strategis di kawasan Cikini. Bangunan bercat dominan putih dan hijau itu kini berdiri di Jalan Raden Saleh Raya Nomor 30, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Lokasinya di samping aliran Ciliwung di pinggir jembatan Raden Saleh.


Gambar 3.5 Interior Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Masjid ini memiliki gaya arsitektur khas perpaduan antara budaya Jawa dan Arab dengan delapan tiang atau pilar yang masih kokoh berdiri.


Gambar 3.6 Pintu Utama Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)

Meski telah mengalami pemugaran pada 1932, masjid ini masih mempertahankan gaya arsitektur awal dengan tangga untuk ke lantai atas dan sebuah mimbar yang berusia ratusan tahun.


Gambar 3.7 Bagian Luar Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Kadang, masyarakat sekitar juga beristirahat dimasjid ini. Pada bagian luar masjid menggunakan lantai keramik dan pada bagian dalam masjid juga menggunakan lantai keramik yang diatasnya terdapat karpet untuk sholat.


Gambar 3.8 Sirkulasi Tangga Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Gambar berikut merupakan kondisi tangga di Masjid Jami Al-Makmur cikini yang dimana masih menggunakan material kayu baik ralling tangga maupun anak tangga itu sendiri


Gambar 3.9 Mimbar Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Gambar diatas merupakan mimbar berusia ratusan tahun yang masih digunakan dimasjid Jami Al-Makmur ini sendiri


Gambar 3.10 Interior Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Berikut merupakan suasana interior pada bangunan Masjid Jami Al-Makmur. Yang dimana terdapat pilar pilar yang cukup besar pada bagian tengah serta terdapat tangga menuju lantai 2



Gambar 3.11 Interior Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Suasana Dari sisi lain masjid jami al-makmur cikini yang juga terdapat kipas angin, speaker, lampu serta TV didalamnya.


Gambar 3.11 Interior dan fentilasi Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Teralis yang digunakan masjid jami al-makmur menggunakan material besi



Gambar 3.12 Eksterior Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Kondisi Eksterior dari masjid jami al-makmur yang dimana fasadnya terdapat bukaan jendela, serta penggunaan material stone pada bagian bawa fasad serta menggunakan atap genteng


Gambar 3.13 Suasana Lingkungan Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : merdeka.com)
Suasana disekitar masjid jami al-makmur cikini

3.2.3 Beberapa Bagian Dari Masjid Jami Al-Makmur Yang Memperhatinkan
Meski telah dijadikan sebagai salah satu cagar budaya, Masjid peninggalan Raden Saleh ini terlihat tak terawat.

Gambar 3.14 Atap rusak pada Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : jakarta.tribunnews.com)
Bahkan beberapa bagiannya pun tampak rusak. Ketua Pengurus Masjid Jami Al-Makmur Cikini H.Syahlani mengaku sudah beberapa kali mengajukan permohonan renovasi dari Masjid Al-Makmur dengan dinas terkait, namun belum juga mendapat jawaban pasti.


Gambar 3.15 Tiang dan kaca yang rusak pada Masjid Jami Al-Makmur cikini
(Sumber : jakarta.tribunnews.com)

beberapa bagian atap dan tiang dari masjid tersebut tampak rusak. Bahkan kaca pada salah satu pintu masjid pun hilang.

Rabu, 18 April 2018

BAB 2 TELAAH PUSTAKA

BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Konservasi
Koservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk menjaga kelestarian alam secara berkesinambungan baik dari segi mutu atau jumlahnya, agar sekiranya SDA (Sumber Daya Alam) yang ada dapat ikut dirasakan oleh genrasi mendatang.
Ada 7 arti atau pengertian konservasi menurut para ahli, diantarnya;
1.      Adishakti (2007)
Menurutnya, pengertian konservasi adalah suatu proses pengolahan tempat, ruang, objek agar memiliki makna kultural yang didalamnya dapat terpelihara dengan berorientasi pada sumber daya alam.
2.      Mochamad Hadi
Menurutnya, arti konservasi adalah penghematan yang dilakukan dalam penggunaan Sumber Daya Alam (SDA) yang berdasarkan hukum alam
3.      KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Mengartikan, jika konservasi adalah pengelolaan yang dilakukan terhadap sumber daya alam dengan acarayang  bijaksana, sehingga dapat menjamin  kesinambungan  persediaan dan kualitas nilai dan keragamannya.
4.      Margaretha
Pengertian konservasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjaga Sumber Daya Alam (SDA) dari kerusakan, kehancuran, kepunahan, dan lain sebaginya.
5.      Narton
Sebagai ahli biologi, ia mengatakan jika konservasi adalah penyesuaian terhadap mekanisme alam untuk tujuan kehidupan.
6.      IUCN
Menurutnya, definisi dari konservasi adalah kegiatan mamanajemankan kehidupan manusia dan sumber daya alamnya sehingga dapat dipertahakan atau dilestarikan bagi kehidupan.
7.      Alison Backer
Makna konservasi adalah proses yang dilakukan dengan berkesinambungan terhadap sumber daya alam, sehingga dapat bertahan dan dipergunakan oleh generasi sekarang atau generasi masa depan.
Dari 7 arti konservasi menurut para ahli diatas dapat di ambil kesimpulan, jika konservasi adalah suatu kegiatan pelestarian lingkungan agar memiliki implikasi dalam mempertahankan sumber daya alam. Adapun pernting untuk dipahami pula jika konsevasi ini memiliki beberapa tujuan yang setidaknya menjadi alasan mengapa harus dilakukan.
Tujuan dari kegiatan konservasi, antara lain :
-          Konservasi bertujuan untuk preservasi artinya suatu upaya untuk perlindungan SDA (Sumber Daya Alam) terhadap segala bentuk eksploitasi komersial.
-          Koservasi bertujuan untuk restorasi, yakni koreksi atas kesalahan masa lalu yang dinilai membahayakan produktivitas SDA (Sumber Daya Alam).
-          Konservasi dilakukan untuk penggunaan SDA seefesien mungkin, agar kiranya genrasi penerus dapat ikut merasakan kekayaan Sumber Daya Alam.
-          Konservasi dilakukan untuk mencari soslusi atas sumber daya alam  yang dinilai menggurang atau menipis.
Adapun manfaat konservasi diantaranya:
-          Melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.
-          Melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, mikro organisme dan lain sebagainya.
-          Melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.
-          Melindungi ekosistem yang indah, menarik dan unik.
-          Menjaga kualitas lingkungan agar tetap terjaga dan lain sebagainya.
-          Mencegah terjadinya kerugian yang diakibatkan oleh sistemn penyangga kehidupan
-          Mencegah kerugian akibat hilangnya sumber genetika yang terkandung dalam flora yang mengembangkan pangan dan bahan obat-obatan.
Bentuk-bentuk dari kegiatan konservasi antara lain :
1.      Restorasi (dalam konteks yang lebih luas) ialah kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi sebelumnya dengan menghilangkan tambahan- tambahan atau merakit kembali komponen eksisting menggunakan material baru.
2.      Restorasi(dalamkonteks terbatas) ialah kegiatan pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya semirip mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk arsitektur dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005).
3.      Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan.
4.      Preservasi (dalam konteks yang terbatas) ialah bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan keadaan sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar kelayakan fungsinya terjaga baik (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
5.      Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi,restorasi,rekonstruksi,konsoilidasi serta revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.
6.      Konservasi (dalam konteks terbatas) dari bangunan dan lingkungan ialah upaya perbaikan dalam rangka pemugaran yang menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan bahan yang digunakan sebagai kontsruksi bangunan, agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
7.      Rekonstruksi ialah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau keharusan pindah lokasi karena salah satu sebab yang darurat, dengan menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut layak fungsi dan memenuhi persyaratan teknis. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
8.      Konsolidasi ialah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.
9.      Revitalisasi ialah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005, Ditjen PU-Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan).
10.  Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, histories dan teknis. (Ref. PP.36/2005). Kegiatan pemulihan arsitektur bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi pemanfaatannya secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan bangunan.
2.2 Pekembangan dan Tindakan Pelestarian Bangunan Masjid Cut Meutia

Konon, lokasi tempat berdirinya Masjid al-Makmur, Cikini yang terletak di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat ini, dulunya merupakan sebidang tanah kosong yang luas milik Raden Saleh Syarif Bustaman atau yang dikenal dengan nama Raden Saleh. Ia seorang pribumi keturunan Jawa yang terkenal tidak hanya di Tanah Air, tetapi juga ke seluruh belahan Eropa.
Setelah lama belajar di Negeri Belanda, ia memutuskan untuk kembali ke Tanah Air tercinta. Dan, di sinilah Raden Saleh menemukan jodoh sejatinya, dengan mempersunting gadis asal Bogor. Bersamaan dengan itu pula Raden Saleh hijrah ke Bogor.
Namun, sebelum hijrah, Raden Saleh telah mewakafkan sebagian tanahnya dengan mendirikan sebuah masjid yang waktu itu masih sangat sederhana. Dindingnya dari gedek (bilik bambu), berukuran kecil seperti rumah panggung, dan letaknya bukan di lokasi sekarang, tetapi dibelakang rumah kediamannya, yang kini menjadi Rumah Sakit Cikini, Jalan Raden Saleh.
Perkembangan berikutnya, Raden Saleh menjual seluruh tanah miliknya (tidak termasuk masjid) kepada keluarga Alatas, seorang tuan tanah kaya keturunan Arab, yang kemudian diwariskan kepada anak- nya yang bemama Ismail Alatas.
Dulu, Jalan Raden Saleh dikenal dengan nama Alatas Land. Kemudian, oleh karena anaknya tidak mengetahui ihwal sejarah keberadaan tanah masjid sebagai tanah wakaf, maka tanah Masjid al- Makmur tersebut dijual kepada Koningin Emma Stichting (Yayasan Ratu Emma), sebuah yayasan misionaris kristen milik orang Belanda, bergerak di bidang pelayanan sosial, seperti mendirikan rumah sakit, selain menyebarkan agama kristen.
Setelah tanah tersebut resrrti milik Koningin Emma Stichting, meski sebenarnya tanah masjid tersebut bukan termasuk bagian miliknya, mereka menuntut agar masjid tidak berada di lokasi yang dikuasainya itu. Karena desakan pihak yayasan, akhimya Masjid Cikini dipindahkan beberapa meter dari tempat asalnya dengan cara memanggulnya secara bergotong-royong.
Sampai tahun 1932, Emma Stichting tetap tidak puas dan menuntut agar masjid dipindahkan ke lokasi yang lebih jauh lagi. Akibat tuntutan itu, timbul reaksi dari para tokoh Islam seperti H.O.S. Cokroaminoto (Ketua Sarekat Islam) dibantu Haji Agus Salim dan Abikusno Cokrosuyoso. Sebagai muslim sejati, tentu mereka tidak setuju jika masjid itu dipindahkan.

Demikian kokohnya persatuan tokoh umat Islam waktu itu, sehingga sanggup menggerakan solidaritas umat Islam di seluruh Jawa. Demi membela dan mempertahankan masjid dari upaya penggusuran, secara spontan para jamaah shalat Jumat selalu membawa golok untuk berjaga-jaga agar pihak Belada tidak berani mengusiknya.
Terlebih ketika tahun 1993-1994, saat Agus Salim memprakasai pembangunan masjid yang permanen setara dengan gereja yang ada. Ketika itu, pada dinding atap bagian depan masjid sengaja dipasang lambang partai Sarekat Islam (SI) yang berbentuk bulan sabit dan bintang agar Belanda tidak berani mengganggu, sebab SI waktu itu merupakan partai Islam terbesar di Indonesia yang besar pula pengaruhnya.
Setelah masjid yang permanen berdiri, lagi-lagi pihak Rumah Sakit Koningin Emma Stichting menunjukkan kebenciannya kepada masjid tersebut. Pada tahun 1964, secara diam-diam, pihak yayasan menyerti- fikatkan tanah masjid atas nama Dewan Gereja Indonesia (DGI) sekarang Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) tanpa sepengetahuan umat Islam, terutama jamaah Masjid al-Makmur.
Anehnya, hanya dalam tempo singkat, tanah tersebut berhasil disertifikatkan. Hal ini tidak lepas dari peran Menteri Agraria dan Perdana Mentri J. Leimena yang pada waktu itu juga menjabat sebagai Direktur RS Cikini sehingga memudahkan proses pembuatannya.
Sejak mengantongi sertifikat aspal (asli tapi palsu) itulah, seolah- olah tanah masjid resmi menjadi milik rumah sakit. Padahal, itu tak lain sebagai upaya penyerobotan tanah hak milik yang sesungguhnya adalah tanah wakaf milik Raden Saleh.
Pada 1965, barulah diketahui akal bulus yang dilakukan DGI. Oleh karena waktu itu tengah terjadi pergolakan PKI, kegiatan pengurusan tanah tersebut berhenti, hingga 1970-1975. Pihak rumah sakit tetap bersikeras untuk tidak melepaskan tanah wakaf.
Pada 1989-1990, Walikota Jakarta Pusat yang pada waktu itu di- pimpin oleh Abdul Munir bersama Departemen Agama, berinisiatif menyelesaikan masalah ini dengan jalan mengundang kedua pihak yang bersengketa. Tetapi, usaha itu tetap saja sia-sia.
Alhamdulillah, pada tahun 1991, atas kehendak Allah dan berkat andil Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto, akhimya sertifikat tanah masjid kembali diserahkan kepada pihak masjid.
Seiring tantangan zaman yang terus berpacu, rencana tata kota DKI Jakarta rupanya akan “melenyapkan” keberadaan masjid melalui jalur hijaunya berupa pelebaran jalan dan normalisasi kali (8 x 10 m). Itu sama saja menggusur masjid tanpa tersisa sedikit pun.
Kembali Bang Wi, sapaan akrab Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto, menyelamatkan masjid yang nyaris tergusur, dengan menetapkan Masjid al-Makmur Cikini sebagai cagar budaya yang dilindungi. Bersama itu pula (1993) upaya renovasi dilakukan oleh Dinas Purbakala Kanwil Depdikbud DKI.
Kini, masjid ini dikelola oleh Yayasan al-Makmur yang diketuai Sidi Mursalin, putra (almarhum) Yusuf Singedekane. Pihak yayasan juga menagani bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan madrasah, yang lokasinya berada di samping masjid.
Hadimya lembaga pendidikan Islam ini diharapkan generasi muda memiliki bekal iman sebagai upaya mengantisipasi ancaman Kristenisasi yang akhir-akhir ini tengah beraksi di wilayah setempat. Untuk diketahui, Masjid al-Makmur Cikini, dikelilingi oleh tujuh gereja.



Kamis, 29 Maret 2018

BAB 1 ( PENDAHULUAN )

BAB I

PENDAHULUAN


Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau. Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat Jum'at, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Masjid pertama dibangun Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, dia memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.
Seiring berkembangnya zaman dan waktu, Bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di Anatolia. Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek Muslim. Salah satu nya Masjid Jami’ Al-Makmur
   Masjid Jami' Al-Makmur adalah sebuah Masjid bersejarah yang terletak di Jl. Raden Saleh Raya No. 30, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Menteng merupakan perumahan villa pertama di kota Jakarta (dulu Batavia), yang dikembangkan antara tahun 1910 dan 1918. Perancangnya adalah tim arsitek yang dipimpin oleh P.A.J. Mooijen, seorang arsitek Belanda yang merupakan anggota tim pengembang yang dibentuk pemerintah kota Batavia.[1] Rancangan awalnya memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri sendiri namun terintegrasi dengan suburban lainnya. Thomas Karsten, seorang pakar tata lingkungan semasanya, memberi komentar bahwa Menteng memenuhi semua kebutuhan perumahan untuk kehidupan yang layak.
 Masjid yang dibangun pada tahun 1890 ini merupakan pindahan dari sebuah Surau yang dibangun oleh Raden Saleh sekitar tahun 1860 di samping rumah kediamannya.
Sejarah Masjid Jami' Al-Makmur dimulai pada tahun 1860 ketika Raden Saleh dan masyarakat sekitar membangun sebuah Surau sederhana yang terbuat dari kayu dan gedek di samping kediamannya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Yayasan Masjid Al-Makmur, sesudah Raden Saleh meninggal dunia, tanah itu dimiliki oleh Sayed Abdullah bin Alwi Alatas, yang pemilikannya diperkuat oleh Keputusan Pengadilan Negeri No 694 tanggal 25 Juni 1906, sebagai suatu kelanjutan dari Keputusan Pengadilan Negeri No. 145 tanggal 7 Juli 1905. Tanah itu dibeli melalui sebuah pelelangan. Tanah yang sangat luas ini kemudian oleh Sayed Abdullah Bin Alwi Alatas, salah satu tokoh gerakan Pan Islam dijual kepada Koningen Emma Ziekenhuis dengan harga 100 ribu gulden. Tapi karena yayasan ini ingin membangun rumah sakit, harganya dikurangi menjadi 50 ribu gulden dengan penegasan bahwa Masjid yang ada di sana tidak boleh dibongkar.
Namun perjanjian jual beli tersebut diingkari oleh Koningen Emma Ziekenhuis. Akibatnya Surau yang dibangun oleh Raden Saleh dipindahkan ke samping kali Ci Liwung, sehingga tempat ibadah ini kerap kebanjiran. Tahun 1890 tercatat sebagai tahun ketika Masjid itu dipindahkan secara gotong-royong dengan diusung beramai-ramai oleh masyarakat sekitar. Tanah yang dipilih sebagai lokasi baru adalah tanah milik Sayid Ismail Salam bin Alwi Alatas yang lain di lokasi Masjid sekarang. Walaupun begitu ternyata Koningen Emma Ziekenhuis tetap ingin memindahkan Masjid ini karena di lahan tersebut direncanakan akan dibangun sebuah Gereja. Persoalan ini akhirnya membuat masyarakat sekitar marah.[1] Bahkan sampai terdengar oleh H. Agus Salim. Kemudian oleh sebuah panitia yang didukung oleh Beliau,[2] dipugarlah Masjid tersebut pada tahun 1926. Di bagian depan Masjid kemudian ditambahkan lambang Organisasi Sarekat Islam yang sampai sekarang menjadi ciri khas Masjid tersebut. Keseluruhan proses pemugaran akhirnya selesai pada tahun 1936 menjadi bentuk Masjid yang sekarang.
Setelah Indonesia Merdeka, Persoalan sengketa lahan antara Masjid dengan rumah sakit kembali memanas. Hal tersebut berawal ketika Kementrian Agraria RI yang menerbitkan SK hak milik berupa sertifikat tanah atas nama Dewan Gereja Indonesia (DGI). Dalam sertifikat itu disebutkan bahwa tanah di sekitar Masjid termasuk tanah yang di atasnya dibangun Masjid itu diklaim milik DGI. Pada tahun 1987 saat perundingan Segitiga antara Gubernur DKI Jakarta, RS DGI Cikini dan pengurus Masjid, pihak RS DGI Cikini menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan tanah tersebut. Namun pengurus Masjid menegaskan, "Kami tidak ada sangkut pautnya dengan DGI. Kami meminta agar tanah kami dikembalikan." Upaya perundingan juga turut dibantu oleh Wali kota Jakarta Pusat Abdul Munir pada tahun 1989 hingga tahun 1990.

Akhirnya proses sengketa lahan antara Masjid dengan rumah sakit akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1991 setelah Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto mengumumkan sertifikat tanah atas nama RS PGI Cikini yang mencakup tanah Masjid Al-Makmur telah dicabut. Tanah Masjid telah dikembalikan kepada pihak semula dengan sertifikat tersendiri atas nama Yayasan Masjid Al-Makmur yang diketuai oleh Mayjen (purn) H. M. Joesoef Singedekane, mantan Gubernur Jambi. Kemudian Masjid ini dijadikan bangunan Cagar Budaya oleh Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999.
1.2              Tujuan
-          Melestarikan masjid Jami’ Al-Makmur sebagai tempat ibadah yang memiliki sejarah
-          Mengetahui perkembangan dan arsitektur dari Masjid Jami’ Al-Makmur
1.3              Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diteliti adalah:
1.             Bagaimana bentuk arsitektur pada bangunan masjid Jami’ Al-Makmur?
2.             Bagaimana Sejarah Masjid Jami’ Al-Makmur?
3.             Bagaimana kondisi masjid Jami’ Al-Makmur saat ini ?
1.4              Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Mengemukakan gambaran umum mengenai penelitian yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, manfaat dan tujuan, dan sistematika penulisan.

BAB II TELAAH PUSTAKA
Menguraikan landasan-landasan yang ada pada kajian pustaka. Kajian pustaka ini yang akan menunjang penelitian.

BAB III GAMBARAN KAWASAN
Menguraikan gambaran kawasan yang menjadi penelitian mengenai keadaannya dilapangan seperti apa. Mengurikan mengenai metode penelitian secara detail hingga mencapai tujuannya.

BAB IV USULAN PELESTARIAN
Membuat pembahasan dari penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk dapat menguraikan hasil pengamatan yang akan mencakup semua aspek dan komponen-komponen yant berkaitan dengan pengamatan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Membuat kesimpulan dan saran secara singkat dan padat mengenai latar belakang, uraian temuan dari penelitian yang telah dilakukan.